11 October 2006
Transaksi Kliring Telekomunikasi Capai Rp 24 Triliun
JAKARTA: Asosiasi Kliring Trafik Telekomunikasi (Askitel) mencatat lalu lintas trafik rekaman data panggilan saat ini mencapai 600 juta-700 juta panggilan per hari dengan nilai transaksi diprediksi mencapai Rp24 triliun per tahun.
Ketua Umum Askitel Sarwoto Atmosumarno mengatakan trafik rekaman data panggilan meningkat signifikan seiring bertambahnya jumlah pengguna seluler dan akses nirkabel tetap.
"Sesuai mandat dari operator telekomunikasi, Askitel tetap menjalankan proses kliring telekomunikasi. Saat ini jumlah trafik yang tercatat telah mencapai 600 juta sampai 700 juta panggilan per hari dengan nilai transaksi Rp24 triliun per tahun," ungkapnya kepada Bisnis, kemarin.
Tahun lalu, volume transaksi kliring mencapai Rp18 triliun, tumbuh 41,4% dibandingkan tahun sebelumnya dengan biaya operasional senilai Rp5 miliar per tahun.
Jumlah trafik 600 juta sampai 700 juta per hari jauh melampaui perkiraan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia yang hanya memprediksi sekitar 200 juta panggilan per hari.
Peningkatan trafik tersebut mendorong PT Pratama Jaringan Nusantara, calon penyelenggara sistem kliring trafik telekomunikasi (SKTT), untuk menurunkan harga rekaman data panggilan (call data record) dari Rp5,9 per panggilan saat ini.
Harga Rp5,9 per panggilan merupakan nilai yang diperoleh dengan asumsi lalu lintas trafik sebanyak 75 juta panggilan per hari.
Menurut anggota BRTI Kamilov Sagala, harga kliring per panggilan akan sangat ditentukan oleh uji laik operasi teknis dan finansial yang akan diselenggarakan pada 10 November.
"BRTI tidak memiliki asumsi harga per panggilan karena landasannya akan ditentukan saat ULO [uji laik operasi] bulan depan," ujarnya kepada Bisnis, kemarin.
Kamilov menambahkan operator telekomunikasi harus mengumpulkan kekurangan data yang dibutuhkan untuk ULO teknis SKTT mulai 9 Oktober.
Menurut dia, ULO teknis dan finansial nanti juga akan menentukan siap tidaknya Pratama dalam menyelenggarakan sistem kliring telekomunikasi.
Operator telekomunikasi yang tergabung dalam Askitel hingga kini masih mencari format penyelesaian masalah Pratama.
"Kami tidak menolak SKTT, namun sebaiknya semua pihak mencari penyelesaian secara baik. Solusi sistem kliring trafik telekomunikasi saat ini adalah memberi kesempatan kepada konsorsium operator untuk bertindak sebagai pengendali dalam hal kepemilikan, operasi, dan biaya," lanjut Sarwoto.
Hak veto
Menurut dia, dengan pola konsorsium, pemerintah tetap memiliki hak veto dalam pelaksanaan aturan main dan regulasinya.
Askitel menilai harga rekaman data panggilan sebaiknya berdasarkan biaya bukannya biaya variabel seperti yang saat ini diterapkan Pratama.
Konsekuensi dari berbasis biaya adalah makin tinggi jumlah trafik maka biaya akan makin turun, sementara bila menganut biaya variabel maka biaya makin tinggi seiring meningkatnya trafik panggilan.
Direktur Pratama Mas Wigrantoro Roes Setiadi mengatakan pihaknya siap menggelar ULO SKTT pertengahan November mendatang setelah pembukaan segel terhadap akses data sistem kliring oleh regulator.
Regulator akhirnya membuka segel atas dokumen Pratama pekan lalu setelah entitas tersebut memenuhi ketentuan dalam dokumen tender 2002 berupa pelaporan manajemen baru kepada BRTI. Dengan pembukaan tersebut, Pratama dapat segera menggelar ULO sistem kliring telekomunikasi. (arif.pitoyo|at|bisnis.co.id)
Sumber berita : Bisnis Indonesia 11 Oktober 2006
"Sesuai mandat dari operator telekomunikasi, Askitel tetap menjalankan proses kliring telekomunikasi. Saat ini jumlah trafik yang tercatat telah mencapai 600 juta sampai 700 juta panggilan per hari dengan nilai transaksi Rp24 triliun per tahun," ungkapnya kepada Bisnis, kemarin.
Tahun lalu, volume transaksi kliring mencapai Rp18 triliun, tumbuh 41,4% dibandingkan tahun sebelumnya dengan biaya operasional senilai Rp5 miliar per tahun.
Jumlah trafik 600 juta sampai 700 juta per hari jauh melampaui perkiraan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia yang hanya memprediksi sekitar 200 juta panggilan per hari.
Peningkatan trafik tersebut mendorong PT Pratama Jaringan Nusantara, calon penyelenggara sistem kliring trafik telekomunikasi (SKTT), untuk menurunkan harga rekaman data panggilan (call data record) dari Rp5,9 per panggilan saat ini.
Harga Rp5,9 per panggilan merupakan nilai yang diperoleh dengan asumsi lalu lintas trafik sebanyak 75 juta panggilan per hari.
Menurut anggota BRTI Kamilov Sagala, harga kliring per panggilan akan sangat ditentukan oleh uji laik operasi teknis dan finansial yang akan diselenggarakan pada 10 November.
"BRTI tidak memiliki asumsi harga per panggilan karena landasannya akan ditentukan saat ULO [uji laik operasi] bulan depan," ujarnya kepada Bisnis, kemarin.
Kamilov menambahkan operator telekomunikasi harus mengumpulkan kekurangan data yang dibutuhkan untuk ULO teknis SKTT mulai 9 Oktober.
Menurut dia, ULO teknis dan finansial nanti juga akan menentukan siap tidaknya Pratama dalam menyelenggarakan sistem kliring telekomunikasi.
Operator telekomunikasi yang tergabung dalam Askitel hingga kini masih mencari format penyelesaian masalah Pratama.
"Kami tidak menolak SKTT, namun sebaiknya semua pihak mencari penyelesaian secara baik. Solusi sistem kliring trafik telekomunikasi saat ini adalah memberi kesempatan kepada konsorsium operator untuk bertindak sebagai pengendali dalam hal kepemilikan, operasi, dan biaya," lanjut Sarwoto.
Hak veto
Menurut dia, dengan pola konsorsium, pemerintah tetap memiliki hak veto dalam pelaksanaan aturan main dan regulasinya.
Askitel menilai harga rekaman data panggilan sebaiknya berdasarkan biaya bukannya biaya variabel seperti yang saat ini diterapkan Pratama.
Konsekuensi dari berbasis biaya adalah makin tinggi jumlah trafik maka biaya akan makin turun, sementara bila menganut biaya variabel maka biaya makin tinggi seiring meningkatnya trafik panggilan.
Direktur Pratama Mas Wigrantoro Roes Setiadi mengatakan pihaknya siap menggelar ULO SKTT pertengahan November mendatang setelah pembukaan segel terhadap akses data sistem kliring oleh regulator.
Regulator akhirnya membuka segel atas dokumen Pratama pekan lalu setelah entitas tersebut memenuhi ketentuan dalam dokumen tender 2002 berupa pelaporan manajemen baru kepada BRTI. Dengan pembukaan tersebut, Pratama dapat segera menggelar ULO sistem kliring telekomunikasi. (arif.pitoyo|at|bisnis.co.id)
Sumber berita : Bisnis Indonesia 11 Oktober 2006