26 June 2008
Operator Telepon Jadi Pengawas Kliring
JAKARTA: Operator telekomunikasi yang tergabung dalam Asosiasi Kliring Trafik Telekomunikasi (Askitel) akhirnya bersedia duduk sebagai dewan pengawas dalam struktur sistem kliring trafik telekomunikasi (SKTT) yang dilaksanakan oleh PT Pratama Jaringan Nusantara.
Sekjen Askitel Rakhmat Junaidi mengatakan dalam rapat Askitel yang digelar kemarin, pihaknya bersedia ikut serta dalam struktur SKTT sebagai dewan pengawas, bukan sebagai dewan komisaris.
"Kami akan mengawasi jalannya proses kliring, aliran dan transparansi datanya, serta metode pembiayaan yang diterapkan," ujarnya kepada Bisnis kemarin.
Terkait dengan persoalan pembiayaan, Rakhmat mengungkapkan Askitel menginginkan harga Rp0,4 per CDR (call data record) sesuai dengan volume trafik yang terjadi saat ini.
Askitel mengklaim volume trafik yang tercatat dalam sistemnya merupakan data yang valid dan telah diaudit oleh auditor independen.
Asosiasi itu juga bersedia menyiapkan data apa saja yang diperlukan oleh pemerintah untuk mengetahui kondisi lalu lintas telekomunikasi yang terjadi di Indonesia.
Pada 18 Februari 2004 pemerintah menetapkan Pratama sebagai pelaksana SKTT sesuai dengan SK Menhub No. PL.102/14 Phb-2004.
Pratama merupakan perusahaan pemenang tender penyelenggaraan SKTT dan menjadi mitra Ditjen Postel untuk mencatat lalu lintas interkoneksi serta menghitung pembagian pendapatan antaroperator.
Semua operator diwajibkan untuk tersambung ke SKTT dalam interkoneksinya. Dalam konteks ini, interkoneksi adalah ketersambungan antaroperator yang memungkinkan pelanggan satu operator berhubungan dengan operator lainnya.
Operator yang tidak bersedia menggunakan SKTT terancam dicabut lisensinya berdasarkan Kepmenhub No.84/2002 mengenai Sistem Kliring Trafik Telekomunikasi.
Awalnya, Askitel berpendirian Pratama tidak berhak menyelenggarakan SKTT dan sebaiknya tugas tersebut diserahkan kepada konsorsium operator telekomunikasi sesuai dengan UU No. 36 tentang Telekomunikasi yang melindungi kebebasan berkontrak.
Belum ditentukan
Direktur Operasi Pratama, Mas Wigrantoro Roes Setiadi, mengatakan pihaknya sama sekali belum menentukan harga CDR secara resmi karena hal itu harus dibicarakan bersama regulator dan penyelenggara telekomunikasi.
"Anggapan bahwa harga kliring yang kami tawarkan seharga adalah salah, karena patokan besarannya berdasarkan volume trafik pada 2004. Untuk menetapkan harga resmi berdasarkan volume yang ada saat ini maka harus dibicarakan dengan operator dan regulator," tuturnya.
Wigrantoro menyayangkan pemerintah yang terkesan tidak tegas terhadap operator telekomunikasi terkait dengan penyelenggaraan sistem kliring.
Menanggapi hal itu, Rakhmat mengungkapkan pihaknya siap untuk mengadakan pembicaraan kembali dengan Pratama terkait dengan tarif CDR.
"Operator tentunya siap duduk bersama membicarakan masalah tarif dengan Pratama, tetapi yang kami ajukan tetap Rp 0,4 per CDR," ujarnya. (arif.pitoyo|at|bisnis.co.id)
Oleh Arif Pitoyo
Bisnis Indonesia
Sumber berita : Bisnis Indonesia 26 Juni 2008
"Kami akan mengawasi jalannya proses kliring, aliran dan transparansi datanya, serta metode pembiayaan yang diterapkan," ujarnya kepada Bisnis kemarin.
Terkait dengan persoalan pembiayaan, Rakhmat mengungkapkan Askitel menginginkan harga Rp0,4 per CDR (call data record) sesuai dengan volume trafik yang terjadi saat ini.
Askitel mengklaim volume trafik yang tercatat dalam sistemnya merupakan data yang valid dan telah diaudit oleh auditor independen.
Asosiasi itu juga bersedia menyiapkan data apa saja yang diperlukan oleh pemerintah untuk mengetahui kondisi lalu lintas telekomunikasi yang terjadi di Indonesia.
Pada 18 Februari 2004 pemerintah menetapkan Pratama sebagai pelaksana SKTT sesuai dengan SK Menhub No. PL.102/14 Phb-2004.
Pratama merupakan perusahaan pemenang tender penyelenggaraan SKTT dan menjadi mitra Ditjen Postel untuk mencatat lalu lintas interkoneksi serta menghitung pembagian pendapatan antaroperator.
Semua operator diwajibkan untuk tersambung ke SKTT dalam interkoneksinya. Dalam konteks ini, interkoneksi adalah ketersambungan antaroperator yang memungkinkan pelanggan satu operator berhubungan dengan operator lainnya.
Operator yang tidak bersedia menggunakan SKTT terancam dicabut lisensinya berdasarkan Kepmenhub No.84/2002 mengenai Sistem Kliring Trafik Telekomunikasi.
Awalnya, Askitel berpendirian Pratama tidak berhak menyelenggarakan SKTT dan sebaiknya tugas tersebut diserahkan kepada konsorsium operator telekomunikasi sesuai dengan UU No. 36 tentang Telekomunikasi yang melindungi kebebasan berkontrak.
Belum ditentukan
Direktur Operasi Pratama, Mas Wigrantoro Roes Setiadi, mengatakan pihaknya sama sekali belum menentukan harga CDR secara resmi karena hal itu harus dibicarakan bersama regulator dan penyelenggara telekomunikasi.
"Anggapan bahwa harga kliring yang kami tawarkan seharga adalah salah, karena patokan besarannya berdasarkan volume trafik pada 2004. Untuk menetapkan harga resmi berdasarkan volume yang ada saat ini maka harus dibicarakan dengan operator dan regulator," tuturnya.
Wigrantoro menyayangkan pemerintah yang terkesan tidak tegas terhadap operator telekomunikasi terkait dengan penyelenggaraan sistem kliring.
Menanggapi hal itu, Rakhmat mengungkapkan pihaknya siap untuk mengadakan pembicaraan kembali dengan Pratama terkait dengan tarif CDR.
"Operator tentunya siap duduk bersama membicarakan masalah tarif dengan Pratama, tetapi yang kami ajukan tetap Rp 0,4 per CDR," ujarnya. (arif.pitoyo|at|bisnis.co.id)
Oleh Arif Pitoyo
Bisnis Indonesia
Sumber berita : Bisnis Indonesia 26 Juni 2008